Laki-laki yang memperoleh penghasilan lebih kecil dari istrinya biasanya mengalami tekanan psikologis berupa rasa sakit secara emosi. Sebuah penelitian menunjukkan laki-laki yang secara finansial tergantung pada istrinya lebih memungkinkan untuk melakukan selingkuh.
Pria lima kali lebih mungkin untuk melakukan penipuan atau perselingkuhan jika penghasilannya di bawah istri. Para peneliti percaya bahwa beberapa laki-laki ini berusaha mencari orang lain untuk mengimbangi rasa sakit emosional karena merasa hilangnya status sebagai pencari nafkah.
Sebuah studi kontroversial lainnya pernah dilakukan oleh peneliti dari Cornell University yang menunjukkan bahwa adanya kesenjangan penghasilan antara laki-laki dengan perempuan memungkinkan terjadinya ketidakstabilan pada pernikahannya.
Peneliti mengungkapkan bahwa rahasia hubungan yang setia dan abadi adalah perempuan memiliki penghasilan yang 25 persen lebih kecil dibandingkan dengan suaminya. Hal ini akan mempersempit kesenjangan dan lebih memungkinkan bagi seseorang untuk menjadi setia.
Tapi laki-laki yang memiliki penghasilan jauh lebih tinggi dibandingkan istrinya, juga memungkinkan bagi laki-laki tersebut untuk melakukan perselingkuhan atau memiliki istri lagi.
"Pada satu sisi laki-laki yang memiliki penghasilan kurang dari istrinya dapat mengancam identitas gender laki-laki sebagai pencari nafkah. Tapi di sisi lain laki-laki yang memiliki penghasilan lebih tinggi juga memungkinkan untuk melakukan kecurangan atau perselingkuhan," ujar sosiolog yang menjadi ketua penelitian ini, Christin Munsch, seperti dikutip dari Telegraph, Rabu (18/8/2010).
Munsch menambahkan bahwa orang-orang yang melakukan perselingkuhan kemungkinan disebabkan adanya perasaan tidak bahagia. Hal inilah yang mendorong seseorang untuk mencari kebahagiaan lain dengan orang lain.
Namun perselingkuhan yang terjadi bisa memberikan dampak buruk bagi anak-anak dari pasangan, karena anak-anak butuh sosok panutan dari orangtuanya. Kondisi ini tentu saja bisa berdampak terhadap perkembangan psikologis si anak.
Kondisi ini juga bisa berdampak terhadap kesehatan pasangan tersebut, seperti menyebabkan stres, depresi atau yang paling parah dapat meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi menular seksual.