Kacang Turunkan Kolesterol

New York : Sebuah studi terbaru dari Loma Linda University di California menyebutkan mengkonsumsi kacang dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

"Kacang memiliki kadar kolesterol yang rendah," kata Dr. Joan Sabete, peneliti di Loma Linda University di California seperti dikutip dari situs berita Reuters.

Penelitian ini dilakukan terhadap 583 pria dan wanita dari tujuh negara berbeda. Dari hasil tes kesehatan, mereka memiliki kadar kolesterol yang bervariasi, ada yang tinggi dan ada juga yang rendah. Hasilnya, dengan memakan rara-rata 67 gram atau sekitar 2,4 ons kacang perhari maka kadar kolesterol turun sampai 11 persen.

Menurut US Food and Drug Administration tahun 2003, dengan makan 1,5 ons kacang setiap hari dapat mengurangi risiko sakit jantung.(reuters)

Obat Diabetes Meningkatkan Risiko Stroke

New York: Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) mengindikasi bahwa pengembangan obat diabetes memiliki efek buruk pada jantung. Temuan ini berasal dari Kardiolog Klinik Cleveland, Dr. Steven Nissen, yang mengkaji obat diabetes dua tahun lalu. Hasilnya, Nissen mendapati adanya hubungan antara risiko penyakit jantung dan obat diabetes.

Lebih lanjut, penderita diabetes tidak dapat menyerap karbohidrat dengan baik, karena tubuh mereka tidak mampu memproduksi insulin atau bahkan resisten terhadap insulin. Setelah menahun, mereka berisiko tinggi serangan jantung, ginjal, kebutaan dan komplikasi serius lainnya.

Adapun, serangan jantung merupakan penyebab utama kematian penderita diabetes. Hal ini bakal terjadi ketika pengobatan seperti suntik insulin atau pil metformin, tidak mengindahkan penderita yang memiliki masalah jantung.

Sementara, Kepala Divisi Pengawas Obat Diabetes FDA, Dr Mary Parks, mengatakan, Badan Pengawas sedang memproses panduan baru yang telah disetujui untuk obat baru diabetes. "Semakin banyak kami tahu tentang keamanan suatu obat, maka itu lebih baik bagi dokter untuk membuat keputusan," kata Parks, seperti dilansir Yahoo News baru-baru ini. Parks juga memastikan bahwa FDA akan menerapkan Kebijakan standar lebih ketat untuk pengujian obat diabetes.

Hal itu sejalan dengan Nissen, "idenya adalah tidak membuat standar yang tinggi, dan menekan inovasi baru dalam pengembangan obat, namun memastikan klinik memiliki informasi yang mereka butuhkan."

Biasanya dalam studi, orang yang dipilih buat menguji obat kerapkali lebih muda dan sehat ketimbang pasien yang betul-betul membutuhkan obat. Badan Pengawas menginginkan, obat harus diuji kepada pasien yang berisiko tinggi, seperti orang tua, atau mereka yang menderita diabetes parah dan bermasalah ginjalnya. Studi juga harus dilakukan lebih panjang, agar tampak dampaknya secara bertahap terhadap peningkatan tekanan darah.

Kini, sekitar 23 juta orang di Amerika mengidap diabetes tipe dua, yang dianggap sebagai wabah di kalangan dewasa, dan bahkan remaja juga anak-anak.(Y!News)

Meski Tubuh Tak Sehat, Bercinta Tetap Nikmat

Sebagian orang memiliki penyakit kronis, termasuk penyakit jantung, diabetes atau pun asma. Hal ini bisa menyebabkan kondisi tubuh lemah dan mudah lelah, yang akan berpengaruh dengan kehidupan seksual pasangan suami istri.

pasangan

Sebuah yayasan keluarga di Amerika mempunyai tips kesehatan bagaimana menikmati seks meskipun menderita penyakit kronis:

Kenali kondisi tubuh pada saat energi dan kesehatan mencapai puncak dan rencanakan untuk melakukan aktifitas seksual pada saat itu bersama pasangan anda.

Usahakan mencari saat-saat santai dan membuat kondisi merasa senyaman mungkin.

  • Jangan melakukan aktifitas seks dalam rentang dua jam setelah makan.

  • Jika anda menggunakan obat-obatan, usahakan 30 menit sebelum melakukan hubungan seks

  • Segeralah menjauhkan diri dari minum-minuman beralkohol dan rokok. Keduanya mempengaruhi kemampuan seks anda.(tempo)

Keluhan yang Datang Bersama Dingin

Jakarta: Seperti sudah menjadi kebiasaan, dalam sehari, Kiki, 34 tahun, berganti pakaian lebih dari dua kali, mulai dari baju luar hingga pakaian dalamnya. Apalagi saat udara gerah atau dingin. Kulit karyawan swasta di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, itu selalu diserang gatal saat berkeringat atau kedinginan.

Gatal-gatal itu datang beserta bentol-bentol di sekujur tubuhnya. "Kalau digaruk, bentol-bentol itu bertambah besar," kata Kiki, Selasa tiga pekan lalu di kantornya. Hal yang sama juga dialami oleh kakak dan pamannya. Kiki tak tahu pasti apa penyebab datangnya bentol-bentol di tubuhnya.

Bentol-bentol itu seperti dipicu oleh pakaian dalam dengan karet ketat yang meninggalkan bekas merah. Bekas merah itu akan terasa gatal yang kemudian menjalar ke hampir sekujur tubuh. Kondisi itu akan semakin parah jika tubuh berkeringat atau kedinginan. Gatal-gatal itu, kata Kiki, tak pernah datang setelah makan sesuatu.

Kiki pernah berkonsultasi dengan dokter. Dokter hanya memberi obat antibiotik dan antialergi. Tapi obat itu hanya akan menghentikan gatalnya sesaat, lalu muncul lagi saat tubuh terkena debu atau ada di dalam ruangan yang gerah, bahkan dingin. Ia berharap gatal-gatal itu segera hilang total lantaran sangat mengganggu aktivitasnya, bahkan tak bisa ngantor.

Selain Kiki, ada Mira, sebut saja namanya begitu. Sudah beberapa pekan ini ia merasakan gatal-gatal ketika malam dan pagi hari yang relatif dingin. Kalau tidak digaruk, Mira tak tahan gatalnya, terasa seperti panas. Tapi, kalau digaruk, tubuh Mira bakal dipenuhi bentol di sana-sini plus bekas luka.

Awalnya, Mira menduga gatal-gatal itu akibat keracunan makanan. Tapi setelah diingat, Mira sudah lama tak mengonsumsi makanan hasil laut. Ia mendapatkan "bakat" gatal karena udara dingin itu dari ibunya. Bibinya pun merasakan hal yang sama.

Untuk menghentikan gatal itu, Mira dan Kiki menelan incidal, obat anti-alergi yang dibelinya tanpa resep dokter. Masalahnya, udara dingin itu masih akan datang selama musim hujan. Mira membayangkan dirinya akan terus menggaruk-garuk atau menelan incidal selama musim hujan.

Heru Sundaru dari Divisi Alergi Imunologi Klinik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mengatakan alergi gatal yang disertai bentol serta kemerahan yang dialami Kiki dan Mira dalam istilah medis disebut urtikaria. Penyebabnya bermacam-macam. "Penyebabnya bisa karena obat, transfusi darah, hepatitis akut, makanan, hingga virus HIV/AIDS," tutur Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu pada Rabu lalu di Jakarta.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Iris Rengganis, konsultan Alergi Imunologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Alergi bisa muncul akibat mengonsumsi makanan tertentu seperti udang, kepiting, ikan laut, dan kerang. Selain makanan hasil laut, buah seperti stroberi, pisang, kiwi, apel, jeruk, tomat, cokelat, hingga susu, kacang tanah, maizena, gandum, dan telur juga bisa menimbulkan gatal-gatal. Mereka yang tak tahan terhadap alergi, harus menghindari sejumlah makanan tersebut.

Bahkan, alergi juga bisa disebabkan faktor genetik atau keturunan dan faktor lingkungan. Tapi, untuk memastikan penyebab gatal itu, baik Heru maupun Iris harus melakukan observasi terhadap pasien. "Juga harus melakukan tes alergi seperti uji tusuk kulit untuk mengetahui faktor pencetus," kata Iris, Selasa tiga pekan lalu di Jakarta.

Lalu apa yang kira-kira menjadi penyebab gatal-gatal yang dialami Kiki dan Mira? Jika didasarkan pada pengakuan mereka, Iris menduga penyebab gatal-gatal yang dialami Kiki dan Mira adalah karena faktor keturunan. Alergi karena faktor keturunan, kata Iris, tidak bisa dihilangkan secara total.

Tapi, gatal-gatal itu bisa dicegah atau diminimalkan dengan mengontrol lingkungan atau menghindari hal-hal yang berpotensi mencetuskan gatal. Jika alergi terhadap udara dingin, misalnya, "Hindari rasa dingin dengan mengenakan baju hangat dan tidur tanpa AC. Bila perlu, pakai kaos kaki," ujar Iris.

Gatal-gatal juga bisa muncul karena faktor hormon. Tidak sedikit orang yang mengalami gatal-gatal karena adanya perubahan hormon. Misalnya gatal-gatal sehabis melahirkan atau yang berkaitan dengan menstruasi.(tempo)

Sinar Matahari Membantu Anak Hindari Kerabunan

Sydney: Menghabiskan waktu beberapa jam di luar rumah setiap hari dapat membantu anak-anak menghindari jadi rabun ayam, kata peneliti Australia Selasa.

bermainTerkena cahaya terang selama dua sampai tiga jam sehari membantu mengatur pertumbuhan mata, yang secara dramatis mengurangi risiko kerabunan. Temuan ini berdasarkan studi Australia Research Council.

Rabun ayam, yang secara tradisional merupakan masalah pada mereka yang berpendidikan tinggi, telah mencapai rekor di Asia Timur, kata ketua riset Profesor Ian Morgan kepada AFP.

Kini semakin meningkat jumlah anak-anak di Hong Kong, Taiwan, Jepang, Korea dan Cina yang berjuang dengan pandangan mereka. 90 persen orang Singapura kini memakai kacamata saat mereka meninggalkan sekolah, katanya.

"Sementara di Australia angkanya sekitar 20 persen. Kami cukup tertarik dengan hal ini. Untuk satu negara yang cukup baik pendidikannya kita memiliki kasus kerabunan yang minim di Australia," kata Morgan.

Sebuah studi menunjukkan 30 persen anak Singapura usia enam dan tujuh tahun telah mengembangkan kondisi itu, dibandingkan hanya 1,3 persen warga Australia yang mengalami kondisi sama pada umur yang sama.
Angka-angka yang sama ketika membandingkan anak-anak keturunan Cina dari kedua negara, yang memungkinkan peneliti menghilangkan etnis sebagai salah satu faktor.

Satu perbedaan yang signifikan antara kedua populasi adalah waktu yang dihabiskan di luar rumah. Anak-anak dari Singapura menghabiskan rata-rata 30 menit di luar rumah setiap hari, sementara rata-rata anak Australia menghabiskan dua jam.
Kedua kelompok menghabiskan waktu yang sama untuk membaca, menonton televisi dan bermain game komputer, sekaligus menolak teori bahwa layar monitor merusak mata anak, ujarnya.(tempo)

Terapi Hormon Mempercepat Kehilangan Massa Otak

Washington: Perawatan hormon yang biasa digunakan wanita menopause diduga mempercepat penyusutan otak, menurut dua penelitian baru yang dirilis Senin.
Penelitian yang muncul 13 Januari di jurnal kesehatan Neurology itu menunjukkan kehilangan jaringan otak lebih besar dari biasanya pada wanita usia 65 tahun dan yang lebih tua.
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa perempuan lebih tua yang menggunakan obat berbasis progestin telah mengurangi kemampuan berpikir dan memori, dan lebih mungkin untuk menderita dementia dan penurunan fungsi otak.
Dokter telah lama percaya bahwa pelemahan itu disebabkan oleh luka kecil pada pembuluh darah otak akibat perawatan hormonal.
Namun, penelitian baru menggunakan MRI scans terhadap otak perempuan menunjukkan penurunan jaringan otak di daerah kritis bagi memori untuk wanita yang menggunakan hormon.
"Temuan kami mengungkapkan satu penjelasan yang mungkin bagi risiko peningkatan dementia pada wanita tua yang sebelumnya menjalani terapi hormon pasca-menopause," kata Laura Coker dari Wake Forest University Baptist Medical Center, yang memimpin salah satu penelitian itu.

Studi kedua menemukan wanita yang menjalani terapi hormon memiliki volume otak lebih kecil di lobe dan hippocampus, keduanya area kritis untuk kemampuan berpikir dan memori.
"Temuan kami menunjukkan bahwa terapi hormon pada wanita pasca-menopause memiliki efek negatif terhadap struktur penting dalam menjaga fungsi memori yang normal," studi menyimpulkan.
"Namun, efek negatif ini kebanyakan dialami wanita yang telah mengalami masalah memori sebelum menggunakan terapi hormon."(tempo)

Obat Kumur Meningkatkan Resiko Kanker Mulut

Mungkin ada yang tidak percaya diri kalau sebelum berangkat kerja belum menggunakan obat kumur, meski sudah gosok gigi. Kebiasaan ini bisa jadi harus ditinggalkan. Dalam penelitian terakhir, obat kumur untuk mencuci mulut meski sudah gosok gigi ternyata meningkatkan resiko kanker mulut.
Menurut penelitinya, Profesor Michael McCullough, cairan obat kumur biasanya mengandung alkohol yang memudahkan kanker berkembang seperti halnya nikotin pada rokok. Lebih dari 3000 orang terlibat dalam peneltian ini dan menunjukkan bukti bahwa menggunakan obat kumur mempunyai hubungan erat dengan perkembangan kanker dalam mulut.
Penelitian ini, dipublikasikan Jurnal Gigi di Australia, yang menyatakan bahwa obat kumur mengandung kadar alkohol lebih tinggi daripada minuman alkohol yang dibeli di bar atau pub. Disarankan bahwa penggunaan obat kumur ini hanya dalam jangka pendek saja.
Kanker mulut sendiri menjadi pembunuh besar di Inggris. Pada tahun 2006, ada 1700 kematian dan 5000 orang didiagnosa mempunyai penyakit ini.Yinka Ebo, dari peneliti kanker Inggris, mengatakan bahwa alkohol sudah pasti menyebabkan kanker mulut. “Ide bahwa alkohol dalam obat kumur bisa meningkatkan kanker mulut adalah masuk akal, tetapi masih butuh penelitian yang lebih dalam,” ujarnya.

Namun, Profesor Damien Walmsley dari Asosiasi Medis Inggris mengatakan bahwa bukti hubungan alkohol obat kumur dengan kanker mulut “belum tuntas”.(Nur/tempo)

Kecil Bergerak, Tua Kelak Sehat

Jemari Doni, 8 tahun, begitu luwes memijit tombol stik PlayStation. Bersama temannya, dia tampak larut bermain Pro Evolution Soccer 2009, yang tersaji di layar kaca. Biasanya, saban hari ba'da sekolah, Doni singgah di rental PlayStation (PS) hingga waktu magrib menjelang. Doni enggan bermain layangan, kelereng, ataupun gobak sodor selayaknya anak Indonesia zaman dulu. Alasannya, tidak seseru dunia virtual yang imajinatif.

Walhasil, dunianya cuma seputar Internet, PS, dan televisi. Aktivitas bocah ini di luar rumah begitu minim sehingga tubuhnya jarang bergerak. Kondisi ini yang membuat instruktur senam dan aerobik Fahmi Fahrezi merasa miris. Gaya hidup anak-anak sekarang lebih terpaku pada permainan dalam ruang. "Banyak yang takut panas, dan lebih memilih main komputer," ia mengungkapkan kepada Tempo setelah menjadi instruktur bone gym di Lapangan Gasibu, Bandung, akhir pekan silam.

Karena itu, belakangan ini Fahmi menggalakkan senam tulang (bone gym) yang dikreasikannya sendiri. Ia menggandeng sejumlah guru sekolah dasar untuk memasyarakatkannya. Menurut dia, selain untuk pertumbuhan tulang, bone gym melatih kelincahan dan koordinasi otak anak. "Selain itu, anak bakal mendapatkan kebugaran fisik dan daya tahan jantung yang baik," kata dosen olahraga Universitas Negeri Jakarta ini.

Dalam acara festival makanan berkeju di Bandung itu, Fahmi melombakan senam tulang yang melibatkan 22 sekolah dasar di Bandung. Peserta menampilkan tiga tahapan, yakni pemanasan, inti, dan pendinginan. Tampak dalam lomba, banyak anak yang hilang koordinasi saat memegang bola. "Bahkan ada guru yang salah," ujarnya.

Hal tersebut, kata pria keturunan Arab ini, menunjukkan ada banyak anak yang tidak menyukai olahraga luar ruang. Ia menjelaskan, untuk menggerakkan tangan, kaki, kemudian memegang bola, membutuhkan koordinasi dalam otak. Hal ini tidak didapat dalam dunia PlayStation. "Padahal masa kanak-kanak adalah fase pengisian massa tulang," ia menjelaskan. Lebih jauh, gerakan memainkan bola pada tangan dapat memadatkan tulang. Adapun, untuk lanjut usia, Fahmi menyebutkan gerakan seperti itu bermanfaat mempertahankan fungsi tulang.

Pendapat Fahmi diiyakan oleh ahli gizi dari Bandung, Nurdjawati Akmal S.K.M. Menurut Nur, olahraga sejenis senam tulang pada masa kanak-kanak sangat diperlukan. "Bahkan sejak dalam kandungan, anak telah mengalami pertumbuhan tulang," ujarnya dalam kesempatan yang sama. Pada fase ini, tulang berkembang pesat. Bila asupan kalsium cukup, plus olahraga teratur, tulang pun bakal mengalami kepadatan maksimal dan lebih kuat. Karena itu, Nur menganjurkan, asuplah makanan kaya kalsium seperti keju yang merupakan produk susu. "Namun, harus sesuai dengan takaran, karena keju mengandung kalori tinggi," ia mengingatkan.

Dosen Politeknik Kesehatan Bandung ini menjelaskan, keju adalah satu-satunya produk susu berisi kalsium serta laktosa. Laktosa adalah karbohidrat utama susu dengan proporsi 4,6 persen total susu. Fungsinya itu mengikat kalsium dalam tulang. Selain itu, ia menambahkan, vitamin D juga dibutuhkan untuk membantu penyerapan kalsium dari usus.

Tak mengherankan, anak dengan kadar vitamin D rendah mengalami gangguan absorbsi kalsium dari usus. "Sinar matahari dibutuhkan untuk pembentukan vitamin D di tubuh," ujar perempuan paruh baya itu. Lazimnya, anak yang melulu sibuk di dalam ruangan pada masa tuanya berisiko terkena osteoporosis. Adapun puncak pembentukan massa tulang sendiri terjadi pada rentang usia 12-19 tahun.

Dalam banyak kasus, saat beranjak remaja, mereka bukannya meneguk susu, kebanyakan malahan menyeruput minuman ringan bersoda yang berisi fosfat dengan kadar tinggi. Seperti diketahui, fosfat memiliki sifat jahat, yakni menarik kalsium dari tulang. Apalagi sejumlah remaja meminum kopi, yang kandungan kafeinnya berperan mengikis kalsium. "Yang memprihatinkan adalah merokok di kalangan anak remaja," Nur menambahkan.

Untuk takaran kalsium, Nur menyebutkan anak usia 1-9 tahun membutuhkan asupan 500-600 mg per hari, dan remaja 10-18 tahun memerlukan 1.000 mg per hari. "Di atas 18 tahun, hanya butuh 800 mg per hari. Sedangkan buat perempuan hamil, tinggal ditambah 150 mg saja," katanya. Tulang adalah bagian krusial yang berperan besar dalam kesehatan dan pertumbuhan anak. Hingga Nur pun wanti-wanti, selain produk susu, cukupilah kalsium dari bahan makanan alami seperti ikan teri, kacang tanah, bayam, labu dan sayuran kubis.(Herutriono/tempo)

Agar Tulang Tidak Telanjur Bengkok

Jakarta: Selly Lubis nyaris tak pernah ke luar rumah sembilan tahun terakhir. Dara 26 tahun ini malu lantaran tulang belakangnya melengkung dan menonjol. Semula, ia tak menyadari kelainan ini karena kegiatannya tak terganggu. Dia masih bisa sit-up dan jogging di sekolah.

Justru ayahnya yang menyadari ketidakwajaran punggung putrinya. Maka, pada 1999, Selly—saat masih duduk di kelas III SMP—diboyong ke sebuah rumah sakit di Jakarta. Anak keempat dari enam bersaudara itu pun dioperasi. Sukses dipasang pen, punggungnya lebih tegak dan tonjolan tulang pun berkurang.

Beberapa tahun berlalu, keluhan baru muncul. Menurut sang ayah, Darwis Lubis, tulang anaknya makin menonjol. Akibatnya, Selly kerap mengalami sesak napas dan sulit menyantap makanan. Empat suap nasi saja sudah membuat perutnya terasa sangat penuh, meski ia sejatinya masih lapar. Walhasil, bobotnya menyusut drastis. Sedikit-sedikit ia lemas, pusing, dan mual. Nyeri dan linu sesekali hinggap di punggungnya.

Keluarganya merasa ada yang tak beres dalam operasi yang pernah Selly jalani. ”Bukannya membaik, malah memburuk,” kata Darwis. Ia pun melapor ke polisi dan Departemen Kesehatan tentang kemungkinan malpraktek. Polisi menyatakan tak ada cukup bukti unsur tindak pidana.

Darwis juga mengadu ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia, Jakarta. Namun, menurut Wakil Ketua Majelis, Sabir Alwy, kewenangan mereka tak sampai pada masalah perdata atau pidana. ”Kami hanya memeriksa dokter, benar atau tidak prosedurnya,” katanya Rabu pekan lalu.

Hingga kini, keluarga Darwis masih menanti kepastian nasib Selly, apakah benar telah terjadi kesalahan penanganan saat operasi. Dan, karena belum ada kejelasan tersebut, dokter di rumah sakit lain juga tidak menerimanya sebagai pasien.

Kasus Selly—terlepas dari problem hukumnya—membuktikan rumitnya penanganan skoliosis. Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan skoliosis, sekelompok orang—dokter, pasien atau keluarga pasien, dan grup pendukungnya—mendirikan Masyarakat Skoliosis Indonesia, November lalu.

Skoliosis adalah ketidaknormalan tulang belakang—sesuai dengan asal katanya, dari bahasa Yunani, scolios, berarti bengkok atau terpilin. Tulang belakang yang normal tampak lurus dari ujung leher sampai tulang ekor. Sebaliknya, para penderita skoliosis, jika dilihat dari belakang, memiliki tonjolan di punggung. Jika ditatap dari samping, tulangnya berbentuk huruf S atau C yang memanjang.

Akibatnya, bahu pun tinggi sebelah. Panggul melesak ke dalam. Berjalan pun jadi miring atau tinggi sebelah. Bagi yang sudut kemiringannya mencapai lebih dari 40 derajat, badan jadi bungkuk dan ”berpunuk”. Kadang posisi serta ukuran payudara pun tak sama.

Luthfi Gatam, spesialis ortopedi Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta, menyatakan skoliosis sebetulnya bukan penyakit—yang jika diberi obat akan sembuh. Ini sebuah ketidaknormalan yang harus disandang orang seumur hidup. Ia mengistilahkannya ”once scoliosis, forever scoliosis”. Tak bisa disembuhkan ataupun dinormalkan, tapi—dalam banyak kasus—tidak membahayakan. Kalaupun dioperasi, tujuannya bukan ”menyembuhkan”, melainkan ”mencegah lebih parah”.

Ada beberapa tingkat keparahan. Luthfi, yang juga Ketua Umum Masyarakat Skoliosis Indonesia, mengisahkan: ada penderita skoliosis yang tak terganggu aktivitasnya sehari-hari. Mereka yang sudut kemiringan tulangnya kurang dari 10 derajat tergolong ringan. Sedangkan yang mencapai 40 derajat dianggap berat.

Meski begitu, ada pasien ”ringan” yang memilih dioperasi karena alasan kosmetik: postur jadi lurus, penampilan lebih baik. Padahal, sejatinya, tanpa dioperasi pun, fungsi organ-organ tubuh tetap normal. Hanya penampakan fisik yang kerap membikin penderita minder.

Banyak pula yang masuk kamar operasi karena kemiringan tulangnya parah dan mengganggu sistem kerja tubuh. Misalnya napas sesak karena ruang paru menyempit tertekan tulang dan sistem pencernaan terganggu karena ruang di perut terdesak tulang. Jika tak dioperasi, penderita bisa lumpuh, bahkan terancam jiwanya.

Sebagian besar kasus skoliosis tergolong idiopathic, tak diketahui penyebabnya. Faktor yang diduga memperbesar risiko skoliosis antara lain kelainan saraf, keturunan, dan penyakit infeksi. Selain itu, sebagian besar penderita kelainan ini adalah perempuan belasan tahun dari ras Mongoloid. Luthfi mengungkapkan, pada usia di bawah 10 tahun, anak perempuan dan lelaki memiliki kemungkinan sama menderita skoliosis. Namun, di atas usia 10 tahun, probabilitas wanita dan laki-laki mencapai 7 : 1.

Ada pula segelintir kasus skoliosis yang dapat dideteksi penyebabnya. Misalnya congenital scoliosis (kelainan bawaan), yaitu tulang belakang tumbuh abnormal sejak lahir. Selain karena sindrom kerdil, salah satu pelecutnya adalah kekurangan asam folat ketika di dalam kandungan. Ada pula skoliosis karena gangguan otot, infeksi, atau tumor.

Seperti yang dialami Citra Rahimah Amardeka. Gadis 12 tahun ini dideteksi menderita kelainan tulang belakang pada umur tiga tahun. Waktu itu, sudut kemiringannya ”hanya” 30 derajat. Pada usia sembilan tahun, kebengkokan tulang semakin parah: 129 derajat. Fungsi sejumlah organ sudah terganggu akibat tekanan tulang, misalnya katup jantung tidak rapat dan paru tak berfungsi normal, sehingga ia sulit bernapas.

Baru belakangan diketahui kondisi ini terjadi lantaran ia mengidap tumor neurofibromatosis. Tumor yang menyerang otak ini membengkokkan tulang sehingga setiap tahun tulang Citra bertambah bengkok. Maka, selama tiga tahun, gadis kecil ini terpaksa lima kali masuk kamar bedah untuk menjalani koreksi skoliosis.

Operasi memang harus perlahan dan bertahap karena pasien cilik ini termasuk yang berisiko tinggi. ”Kalau salah, bisa lumpuh karena menyangkut saraf otak,” kata Eka Kartika Sanur, ibu Citra. Prosesi sebelum operasi pun tak ringan. Citra wajib digips dari dada hingga paha kiri selama sebulan, sehingga bocah ini hanya telentang di tempat tidur. Baru setelah gips dibuka, pen penyangga ditanam di dalam tulangnya.

Kini kondisi Citra sangat membaik. Meski masih harus sekali lagi dioperasi, siswi kelas I SMP ini sudah berkegiatan normal seperti rekan-rekan sebayanya. Tak boleh beraktivitas fisik ekstrem, memang. Namun Citra sangat suka membaca dan menulis blog.

Bagaimana dengan kebiasaan-kebiasaan buruk yang mungkin membuat tulang bekerja keras? Luthfi menjelaskan, karena merupakan kelainan, skoliosis tidak disebabkan oleh kebiasaan menggotong beban berat di punggung, gerakan-gerakan olahraga, ataupun posisi berdiri dan tidur yang salah. Orang yang terbiasa menenteng ransel berat, misalnya, akan lebih rentan dihajar osteoporosis—bukan skoliosis. Lain ceritanya jika orang itu sebenarnya memendam potensi skoliosis tapi belum terendus dari awal.

Deteksi dini memang mujarab mencegah keparahan. Rahyusalim, spesialis ortopedi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mengungkapkan cara mengenali kemungkinan skoliosis sejak awal. Pada bayi, saat dimandikan, perhatikan dengan saksama tulang belakangnya. Amati garis lurus di punggung dari titik tengah di antara dua bahu hingga lipatan bokong.

Pada anak yang sudah bisa berjalan, amati dia saat telanjang dalam keadaan berdiri, duduk, menunduk, dan berjalan. Perhatikan kelurusan dua titik tadi. Apakah saat membungkuk, kedua sisi punggung sama tinggi. Cermati juga apakah ada lipatan di daerah pinggang yang lebih menonjol di salah satu sisi. Lihat juga keseimbangan bahu kiri dan kanan.

Pada remaja—khususnya wanita—perhatikan apakah saat ia membung-kuk ada tonjolan di punggung. Amati pula keseimbangan posisi dan ukuran payudara kiri dan kanan. Jika ditemukan kejanggalan, segera periksa ke dokter. (tempo)

KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TUMOR OTAK

A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
a. Tumor ialah Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna (jinak) dalam setiap bagian tubuh. Pertmbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. (Sue Hinchliff, kamus Keperawatan, 1997).
b. Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak (Rosa Mariono, MA, Standart asuhan Keperawatan St. Carolus, 2000)
c. Karsinoma otak (maligna) adalah neoplasma yang tumbuh di selaput otak.
d. Neoplasama ialah sekumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh. (Patologi, dr. Achmad Tjarta 1973).

2. Anatomi Fisiologi

Susunan saraf adalah sistim yang mengontrol tubuh kita yang terus menerus menerima, menghantarkan dan memproses suatu informasi dan bersama sistim hormon, susunan saraf mengkoordinasikan semua proses fungsional dari berbagai jaringan tubuh, organ dan sistim organ manusia.
a. Susunan saraf sadar (Voluntary nervous system) mengontrol fungsi yang dikendalikan oleh keinginan atau kemauan kita. Saraf ini mengontrol otot rangka dan menghantarkan impuls sensori ke otak. Melalui saraf ini kita dapat melakukan gerakan aktif dan menyadari keadaan diluar tubuh kita dan secara sadar mengendalikannya.
b. Susunan saraf otonom/ tak sadar (automatic nervous system) saraf ini menjaga organ tubuh bagian dalam supaya berfungsi dengan baik seperti : hati, paru-paru, jantung dan saluran cerna. Fungsi dasar yang penting bagi kehidupan seperti makan, metabolisme, sirkulasi darah dan pernafasan dikendalikan dengan bantuan susunan saraf otonom. Susunan saraf otonom dibagi menjadi susunan saraf simpatik (menyebabkan tubuh dalam keadaan aktif) dan susunan saraf para simpatik (sistim pengontrol konstruktif dan menyenangkan).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, empat lobus yaitu:
 Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
 Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi menginterpretasikan sensasi, berfungsi mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
 Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau, pendengaran dan ingatan jangka pendek.
 Lobus oksipital bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan
gr. Otak menerima 20% dari curah jantung dam memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang peling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa.
Dan 65% dari kebutuhan glukosa tubuh digunakan untuk metabolisme otak yang mana 90% aerobic dan 10% anairobik. Bila otak tidak mendapat aliran darah selama 3 – 6 menit akan timbul gangguan fungsional dan kerusakan structural secara menetap. Otak berfungsi sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan sistim efektor perifer tubuh, sebagai pengatur informasi yang masuk, simpanan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku. Dari dalam ke arah luar otak diselubungi oleh tiga lapisan meningen, lapisan pelindung yang paling luar adalah tengkorak. Otak bukan masa yang uniform, melainkan suatu organ yang sangat kompleks. Secara fungsional dan anatomis otak dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
a. Batang otak yang menghubungkan medulla spinalis dengan serebrum terdiri dari medulla oblongat, pons dan mesensefalon (otak tengah).
1. Medulla oblongata adalah bagian otak yang langsung menyambung dengan medulla spinalis. Berkas saraf yang berjalan disini berasal dari serebrum dan berfungsi untuk pergerakan otot rangka.

Di medulla oblongata berkas ini menyebrang ke sisi yang berlawanan yang disebut jalan/ traktus poramidalis. Itu sebabnya jika kerusakan otak bagian kiri akan menyebabkan kelumpuhan bagian kanan tubuh dan sebaliknya. Selain traktus piramidalis ada kelumpuhan sel-sel saraf yang terdapat di medulla oblongata yakni pusat otot yang mengontrol fungsi vital seperti pernafasan, denyut jantung dan tonus pembuluh darah.
2. Pons berupa ninti (neucleus). Pons merupakan switch dari jalur yang menghubungkan korteks serebri dan serebllum.
3. Mesensefalon merupakan bagian otak yang sempit terletak antara medulla oblongata dan diensefalon. Pada mesensefalon terdapat formation retikularis, suatu rangkaian penting yang antara lain mengatur irama tidur dan bantun, mengontrol refleks menelan dan muntah.
b. Otak kecil (cerebelum)
Cerebellum terletak dibelakang fossa krenialis dan melekat ke bagian belakang batang otak. Cerebllum berperan penting dalam menjaga keseimbangan dan mengatur koordinasi gerakan yang diterima dari segmrn posterior medulla spinalis yang memberi informasi tentang keregangan otot dan tanda serta posisi-posisi sendi.
c. Otak besar (cerebrum)
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar dan terbagi atas dua belahan yaitu : hemisper kiri dan kanan. Sebagian dari kedua hemisper dipisahkan oleh pistula longitudinal dan sebagian dipersatukan oleh pita serabut saraf yang melebar (korpus kolosum).
d. Diensefalon

Dibagi menjadi empat wilayah :
1. Thalamus
Thalamus merupakan stasiun pemancar yang menerima impuls ageren dari seluruh tubuh lalu memprosesnya dan meneruskannya ke segmen otak yang lebih tinggi.
Kapsula interna yang terletak disekitar thalamus berupa berkas saraf penting yang datang dari serebri dan dikompres kedalam rongga yang kecil.
2. Hipotalamus
Hypothalamus merupakan pusat pengontrol susunan saraf otonom juga mempengaruhi metabolisme, observasi makanan dan mengatur suhu tubuh, karena letaknya sangat dekat dengan kelenjar pitviteri.
3. Subtalamus
Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskenisia diamatis yang disebut nemibalismus yang ditandai oleh gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sis tubuh. Gerakan infontuler biasanya lebih nyata pada tangan dan kaki.
4. Epitalamus
Epitalamus dengan sistim limbic dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius.

Pembuluh darah yang mendarahi otak tardiri dari :
a. Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini dapat kita raba dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula, sepasang pambuluh darah ini setelah masuk ke rongga tengkorak akan bercabang menjadi tiga :
1. Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)
2. Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)
3. Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri komunikan posterior.

b. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini tidak dapat diraba oleh karna kedua pembuluh darah ini menyusup ke bagian samping tulang leher, pembuluh darah ini mendarahi batang otak dan kedua otak kecil, kedua pembuluh darah teersebut akan saling berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang disebut anastomosis.

3. Etiologi
Penyeban tumor otak belum diketahui pasti, tapi dapat diperkirakan karena :
a. Genetik
Tumor susunan saraf pusat primer nerupakan komponen besar dari beberapa gangguan yang diturunkan sebagi kondisi autosomal, dominant termasuk sklerasis tuberose, neurofibromatosis.
b. Kimia dan Virus
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas.
c. Radiasi
Pada manusia susunan saraf pusat pada masa kanak-kanak menyebablkan terbentuknya neoplasma setelah dewasa.
d. Trauma
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui.

4. Klasifikasi
Tipe Kasus Patologi
Glioma Jumlah ½ tumor otak Tumbuh pada tiap jaringan dari otak. Infiltrasi dari terutama ke jaringan hemisfer cerebral.
Tumbuh sangat cepat, sebagian orang bias hidup beberapa bulan sampai tahun.
Meningoma 13 % sampai 18 % tumor primer intracranial Tumbuh dari selaput meningeal otak. Biasanya jinak tapi bisa berubah menjadi maligna. Biasanya berkapsul dan penyembuhan melaui bedah sangat mungkin. Pertumbuhan kembali mungkin
Tumor Pituitari Tumor pada semua kelompok umur, tapi lebih sering pada wanita. Tumbuh dari berbagai jenis jaringan.
Pendekatan pembedahan biasanya berhasil. Kekembuhan kembali mungkin.
Neuroma (Schwannoma, neuro)

Neuroma akustik sangat sering Tumbuh dari sel-sel Schwann di dalam meatus auditori pada bagian vestibular saraf cranial III. Biasanya jinak bisa berubah menjadi maligna. Akan tmbuh kembali bila tidak terangkat lengkap. Reseksi bedah sukar karena lokasinya.
Tumor Metastase

Dari 2 % sampai 20 % penderita kanker terjadi metastase ke otak Sel kanker menjangkau otak lewat sistem sirkulasi. Reaksi bedah sangat sukar, pemgobatan kurang berhasil. Pemulihan dibawah satu tahun atau dua tahun tidak biasa.

5. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebebkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.

6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala tumor otak sangat bervariasi, tergantung pada tempat lesi dan kecepatan pertumbuhannya, antara lain :

  • Daerah Otak Tanda dan Gejala
  • Lobus Frontalis Gangguan kepribadian
  • Epilepsi
  • Afasia mototik
  • Hemiparesis
  • Ataksia
  • Gangguan bicara
  • Gangguan gaya berjalan
  • Lobus Oksipitalis Gangguan penglihatan
  • Lobus Temporalis Halusinasi
  • Kejang psikomotor
  • Tinitus (bunyi berdengung atau berdesing)
  • Kesulitan menyebutkan objek
  • Lobus Parietalis Tidak mampu merekam gambar
  • Tidak dapat membedakan mana kiri mana kanan.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna.
b. CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
c. Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika.
d. Elektroensefalogram (EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
e. Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
f. Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.

8. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan.
- Craniotomi
b. Radiotherapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula merupakan therapi tunggal.
Adapun efek samping : kerusakan kulit di sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorkan.
c. Chemotherapy
Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah.
Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.
d. Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase.

9. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah :
a. Gangguan fisik neurologist
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan dan kesehatan
 Riwayat keluarga denga tumor
 Terpapar radiasi berlebih.
 Adanya riwayat masalah visual-hilang ketajaman penglihatan dan diplopia
 Kecanduan Alkohol, perokok berat
 Terjadi perasaan abnormal
 Gangguan kepribadian / halusinasi
b. Pola nutrisi metabolik
 Riwayat epilepsi
 Nafsu makan hilang
 Adanya mual, muntah selama fase akut
 Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan
 Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan Faringeal)
c. Pola eliminasi
 Perubahan pola berkemih dan buang air besar (Inkontinensia)
 Bising usus negative
d. Pola aktifitas dan latihan
 Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat kesadaran
 Resiko trauma karena epilepsi
 Hamiparase, ataksia
 Gangguan penglihatan
 Merasa mudah lelah, kehilangan sensasi (Hemiplefia)
e. Pola tidur dan istirahat
 Susah untuk beristirahat dan atau mudah tertidur
f. Pola persepsi kognitif dan sensori

  •  Pusing
  •  Sakit kepala
  •  Kelemahan
  •  Tinitus
  •  Afasia motorik
  •  Hilangnya rangsangan sensorik kontralateral
  •  Gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan
  •  Penurunan memori, pemecahan masalah
  •  kehilangan kemampuan masuknya rangsang visual
  •  Penurunan kesadaran sampai dengan koma.
  •  Tidak mampu merekam gambar
  •  Tidak mampu membedakan kanan/kiri

g. Pola persepsi dan konsep diri
 Perasaan tidak berdaya dan putus asa
 Emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
 Masalah bicara
 Ketidakmampuan dalam berkomunikasi ( kehilangan komunikasi verbal/ bicara pelo )
i. Reproduksi dan seksualitas
 Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas
 Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
 Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah
 Mekanisme koping yang biasa digunakan
 Perasaan tidak berdaya, putus asa
 Respon emosional klien terhadap status saat ini
 Orang yang membantu dalam pemecahan masalah
 Mudah tersinggung
k. Sistem kepercayaan
 Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu

2. Diagnosa Keperawatan
DP Pre-Operasi:
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan / pertumbuhan sel-sel kanker
2. Nyeri kepala berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker pada otak/mendesak otak.
3. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan pergerakan dan kelemahan.
4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral.
5. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
7. Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan

DP Post-Operasi:
1. Nyeri yang berhubungan dengan efek dari pembedahan
2. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri.
3. Kurang pengetahuan tentang tumor otak yang berhubungan dengan ketidaktahuan tentang sumber informasi
4. Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.

3. Rencana Keperawatan
Dp. Pre-Operasi:
Dp 1. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Rencana Tindakan:
1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
R/ mengtahui tingkat nyeri sebagai evaluasi untuk intervensi selanjutnya
2. Kaji faktor penyebab timbul nyeri (takut , marah, cemas)
R/ dengan mengetahui faktor penyebab nyeri menentukan tindakan untuk mengurangi nyeri
3. Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam
R/ tehnik relaksasi dapat mengatsi rasa nyeri
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ analgetik efektif untuk mengatasi nyeri

Dp 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan : Kebutuhsn nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan keperawatan
Hasil yang diharapkan:
- Nutrisi klien terpenuhi
- Mual berkurang sampai dengan hilang.
Rencana tindakan :
1. Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2. Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4. Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak

Dp 3. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan pergerakan dan kelemahan.
Tujuan : Gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Pasien mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang memungkinkan dilakukannya kembali aktifitas.
Rencana tindakan :
1. Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
( 0-4 )
R / : seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko kecelakaan.
2. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
R / : Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
3. Bantu untuk melakukan rentang gerak
R / : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi
4. Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan
R / : Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma kepala, keterlibatan pasien dalam perencanaan dan keberhasilan.
5. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab.
R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit

Dp 4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral.
Tujuan : Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat di ekspresikan
Kriteria Hasil :
 Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
 Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
 Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi :
1. Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mangalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri
R/ : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam bebrapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
2. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
R/ : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapn yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata.
3. Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana
R/ : menilai adanya kerusakan motorik
4. Katakan secara langsung pada pasien, bicara perlahan dan tenang
R/ : menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan respon pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.

DP 5. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri.
Tujuan : Gangguan harga diri teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Intervensi:
1. Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan penanganannya.
R/: Untuk mempermudah dalam proses pendekatan.
2. Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
R/: Support keluarga membantu dalam proses penyembuhan.
3. Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan di rumah.
R/ : Dapat memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi di rumah.
4. Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
R/: Dukungan yang terus menerus akan memudahkan dalam proses adaptasi.

DP 6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah mengenai kondisi dan penanganan penyakit setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Pasien mengerti penyebab ginjal dan komplikasinya.
Rencana Keperawatan :
1. Kaji pemahaman pasien, keluarga mengenai penyebab gagal ginjal dan penanganannya.
R / : Instruksi dasar untuk penyuluhan lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensinya sesuai dengan tingkat pemahaman klien.
R / : Menambah pengetahuan pasien.

3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara memahami perubahan akibat penyakit.
R / : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah.

Dp 7. Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
Tujuan : Kecemasan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan : Kecemasan pasien berkurang
Rencana Tindakan:
1. Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
R/ pasien kooperatif dalam segala tindakan dan mengurangi kecemasan pasien
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan
ketakutannya
R/ untuk mengurangi kecemasan
3. Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medik
R/ memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat
4. Akui rasatakut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
R/ dukungan memampukan pasien memulai membuka/ menerima kenyataan penyakit dan pengobatan

DP Post Operasi
DP 1 : Nyeri yang berhubungan dengan efek dari pembedahan.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat menjalani aktivitas tanpa merasa nyeri
- Ekspresi wajah rileks
- Klien mendemonstrasikan ketidaknyamananya hilang
Rencana Keperawatan :
1. Kaji tingkat nyeri (lokasi, durasi, intensitas, kualitas) tiap 4 – 6 jam
R/ : Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
2. Kaji keadaan umum pasien dan TTV
R/ : Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
3. Beri posisi yang menyenangkan bagi pasien
R/ : Untuk membantu pasien dalam pengontrolan nyeri
4. Beri waktu istrahat yang banyak dan kurangi pengunjung sesuai keinginan pasien
R/ : Dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
R/ : Membantu dalam penyembuhan pasien

DP 2. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri.
Tujuan : Gangguan harga diri teratasi setelah dilakuakn tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Rencana keperawatan :
1. Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan penanganannya.
R / : Untuk mempermudah dalam proses pendekatan.
2. Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
R / : Support keluarga membantu dalam proses penyembuhan.
3. Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan di rumah.
R / : Dapat memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi di rumah.
4. Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
R / : Dukungan yang terus menerus akan memudahkan dalam proses adaptasi.

DP 3. Kurang pengetahuan tentang tumor otak yang berhubungan dengan ketidaktahuan tentang sumber informasi
Tujuan : Informasi tentang perawatan diri dan status nutrisi dipahami setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
Sasaran :
- Klien menyatakan pemahaman tentang informasi yang diberikan
- Klien menyatakan kesadaran dan merencanakan perubahan pola perawatan diri
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
R/ : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dalam penerimaan informasi, sehingga dapat memberikan informasi secara tepat
2. Diskusikan hubungan tentang agen penyebab terhadap penyakit Ca. Paru
R/ : Memberikan pemahaman kepada pasien tentang hal-hal yang menjadi pencetus penyakit
3. Jelaskan tanda dan gejala perforasi
R/ : Gejala perforasi adalah nyeri pada dada
4. Jelaskan pentingnya lingkungan tanpa stress
R/ : Untuk mencegah peningkatan stimulasi simpatis
5. Diskusikan tentang metode pelaksanaan stress
R/ : Cara penatalaksanaan stress : relaksasi, latihan dan pengobatan

DP 4 Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
Tujuan : Kecemaskan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Mendengarkan keluhan klien dengan sabar.
R / : Menghadapi isu pasien dan perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya.
2. Menjawab pertanyaan klien dan keluarga dengan ramah.
R / : Membuat pasien yakin dan percaya.
3. Mendorong klien dan keluarga mencurahkan isi hati.
R / : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi.
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
R / : Menjalin hubungan saling percaya pasien.
5. Berikan kenyamanan fisik pasien.
R / : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ketidaknyamanan fisik menetap.

Referensi:

A.K. Muda, Ahmad, (2003). Kamus Lengkap Kedokteran.Edisi Revisi. Jakarta : Gitamedia Press.

Juall Carpenito, lynda RN,(1999).Diagnosa dan Rencana Keperawatan. Ed 3. Jakarta : Media Aesculappius.

Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.Fakultas Kedokteran : UI.

Syaifuddin.(1997). Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Kedokteran (EGC)

Oral Seks: Bagaimana?

Beberapa wanita merasa tidak nyaman atau pun jijik melakukan oral seks. Bagaimana menghadapi hal tersebut ? Padahal setiap suami ingin sekali mengalami oral seks tersebut dengan istrinya.
Trik melakukan oral seks ada dua yaitu :
Pertama : Anda harus percaya diri dan merasa ahli dalam melakukan hal tersebut, dan kedua : temukan kesukaan dalam melakukan hal tersebut, dan Anda akan merasakan hal tersebut sangat berhasil bila Anda seorang pemberi.
Bagi beberapa wanita konsep menikmati oral seks bersama suami terasa aneh atau janggal tetapi percaya atau tidak dengan menikmati oral seks bagi suami Anda akan menemukan kesenangan tersendiri. Seperti yang dialami oleh Mary, setiap kali selesai melakukan oral sex, dia pasti tersedak. Untuk mengatasi hal tersebut, Mary memasukkan pesan positif seperti “ Saya gembira melihat suami saya begitu on dengan melakukan ini…” ia mulai membuang rasa malu karena merasa jijik melakukan hal tersebut dan dengan kata-kata positif Ia mulai menikmati oral seks. Sebelum hal tersebut terjadi , dia selalu berlatih dengan menggunakan mainan yang berbentuk seperti penis ( ya, pisangpun dapat berfungsi sama ), dengan cara tersebut dia mendapatkan kepercayaan diri dan mencoba beberapa trik dan strategi yang bervariasi. Setelah melakukan hal tersebut selama 2 minggu, ia merasa lebih mudah melakukannya bagi suami. Ia juga menemukan cara mengatasi ketakutannya melakukan hal tersebut dengan mandi terlebih dahulu sebagai pemanasan sebelum melakukan seks.

Perjalanan dan kesuksesan dalam kehidupan seks membutuhkan keberanian mengambil resiko dan belajar teknik baru agar gairah seks tetap bertahan dan fresh.
Para pria mengatakan, bahwa oral seks merupakan suatu kombinasi antara panas, tekanan dan lembab. Jadi dalam melakukannya Anda akan menciptakan ketiga faktor di atas dengan menggunakan tangan dan mulut. Kenyataannya, Anda akan mendapatkan sensasi lebih baik dengan tangan dan mulut daripada bagian tubuh lainnya. Hal penting lagi dalam melakukan oral seks, usahakan Anda berdua dalam posisi yang rileks.
Belajar menjadi ahli dalam oral seks membutuhkan waktu dan latihan, juga Anda perlu menemukan comfort zone Anda.
Pertama-tama, putuskan bahwa Anda mempunyai keinginan untuk melakukannya. Kemudian pastikan juga pasangan Anda sudah dalam keadaan bersih. Variasikan posisi lidah dan mulut Anda, style dan teknik akan membantu Anda menemukan sentuhan yang tepat untuknya. Oral sex merupakan suatu aktivitas yang membutuhkan keahlian dan suatu bentuk seni. Kuncinya adalah menyukai apa yang Anda kerjakan, merasa nyaman dan percaya diri dan buat kegiatan ini sebagai suatu perjalanan yang menyenangkan Anda berdua. Gunakan lubrikan yang beraroma, Semoga kehidupan seks Anda lebih menggairahkan.

Referensi: Nurse87's

KEPERAWATAN PYELONEFRITIS (infeksi pada ginjal)

A.Definisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua ginjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)

B. Etiologi
1. Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi (www.indonesiaindonesia.com/f/10918-pielonefritis).
2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat
3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter.
4. Kehamilan
5. Kencing Manis
6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.

C. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.
Pada pielonefritis kronis, nyerinya dapat menjadi samar-samar dan demam menjadi hilang timbul atau malah bisa tidak ditemukan demam sama sekali.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Whole blood
2. Urinalisis
3. USG dan Radiologi
4. BUN
5. creatinin
6. serum electrolytes

E. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
• Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
• Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
• Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
• Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
• Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.

2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
• Monitor Vital Sign
• Melakukan pemeriksaan fisik
• Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
• Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
• Memantau input dan output cairan.
• Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)
• Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan. Karna pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya yangdapat membuat psien berkecil hati

G. Patofisiologi
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

H. Diagnosa Keperawatan
a. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal.
b. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
c. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
d. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

I. Rencana Keperawatan

A. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal
Intervensi :
1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menaDefinisi
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu. Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat menimbulkan gejala lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)

B. Etiologi
1. Bakteri (Escherichia coli, Klebsielle pneumoniac, Streptococus fecalis, dll). Escherichia coli merupakan penyebab 85% dari infeksi (www.indonesiaindonesia.com/f/10918-pielonefritis).
2. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat
3. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke dalam ureter.
4. Kehamilan
5. Kencing Manis
6. Keadaan-keadaan menurunnya imunitas untuk malawan infeksi.

C. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.
Pada pielonefritis kronis, nyerinya dapat menjadi samar-samar dan demam menjadi hilang timbul atau malah bisa tidak ditemukan demam sama sekali.

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Whole blood
2. Urinalisis
3. USG dan Radiologi
4. BUN
5. creatinin
6. serum electrolytes

E. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669):
• Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
• Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
• Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.

Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437).

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ, Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
• Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-Banthine)
• Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan ginjal secara progresif.

2. Penetalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
• Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
• Monitor Vital Sign
• Melakukan pemeriksaan fisik
• Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
• Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
• Memantau input dan output cairan.
• Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)
• Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan. Karna pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya yangdapat membuat psien berkecil hati

G. Patofisiologi
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih dan uretra. Flora normal fekal seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus adalah bakteri paling umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85% infeksi.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

H. Diagnosa Keperawatan
a. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal.
b. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
c. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
d. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
e. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.

I. Rencana Keperawatan
A. Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal
Intervensi :
1)Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
Rasional :
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
2)Catat karakteristik urine
Rasional :
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
3)Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk mencegah stasis urine
4)Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan respon terapi.
Rasional :
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
5)Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
Rasional :
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
6)Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
Rasional :
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi uretra

B. Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Intervensi :
1)Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out put
2)Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
Rasional :
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
3)Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional :
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
4)Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
Rasional :
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
5)Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
Rasional :
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.

C. Nyeri yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Intervensi :
1)Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan nyeri.
Rasional :
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
2)Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di toleran.
Rasional :
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
3)Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
Rasional :
Untuk membantu klien dalam berkemih
4)Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi.
Rasional :
Analgetik memblok lintasan nyeri

D. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
Intervensi :
1)Kaji tingkat kecemasan
Rasional :
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2)Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan pengobatan
3)Beri support pada klien
Rasional :
4)Beri dorongan spiritual
Rasional :
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME.Beri support pada klien
5)Beri penjelasan tentang penyakitnya
Rasional :
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya.

E. Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
Intervensi:
1) Pantau suhu
Rasional:
Tanda vital dapat menandakan adanya perubahan di dalam tubuh.
2) Pantau suhu lingkungan
Rasional:
Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
3) Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik
Rasional:
Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

Refrensi:

Dihimpun dari berbagai sumber

KEPERAWATAN STOMA (lubang buatan)

Stoma adalah lubang buatan pada abdomen utnuk mengalirkan urine atau faeces keluar dari tubuh.
Macam-macam Stoma :
1. Colostomy (Lubang buatan di usus besar)
2. Tracheostomy (Lubang buatan di tenggorok)
3. Urostomy (Lubang buatan di kandung kemih)

A. Gastrointestinal Stoma
Pada umumnya dibuat untuk ileum (ileostomy) atau colon (colostomy). Tedapat 2 jenis gastrointestinal Stoma :
1. Temporary (de-functioning) stomas : meliputi ileostomy atau colostomy yang dibuat untuk melindungi suatu anastomosis atau dekompresi atau penyembuhan segmen usus bagian distalnya. Stoma mempunyai 2 lubang yaitu lubang proksimal adalah tempat keluarnya faeces dan lubang distal tempat keluarnya mukus dari usus bagian distalnya.
2. Permanent stomas : lubang dinding abdomen yang dibuat secara permanen tempat menempelkan bagian akhir dari usus pada permukaan kulit. Terdapat beberapa bentuk permanent stoma antara lain:
a. Panproctocolectomy : ileostomy permanent yang dibuat dari ileum terminalis, seluruh colon rectum dan anus diangkat.
b. Total colectomy: ileostomy dibuat tetapi ujung rectum tetap dan disalurkan ke dinding abdomen sebagai mucus fistula.
c. Abdomenoperineal (A-P) excision : colostoly pada fossa iliaca sinistra, rectum dan anus diangkat, sering disertai dengan pengangkatan 1/3 bagian atas dinding posterior vagina
d. Hartmarn’s procedure, eksisi dari sigmoid atau atas rectum colostomy dibuat dan ujung rectum ditutup dan dibiarkan didalam pelvis.
e. Pelvis exenteration: operasi radikal untuk pengangkatan organ pelvis; dibuat colostoly dan urostomy.
a) Kelainan pada organ Pencernaan yang menimbulkan indikasi tindakan gastrointestinal Stoma :
1. Esafagus : Kanker pada bagian ini akan menyebabkan gangguan menelan, dimulai sulit menelan dan bila tidak cepat diangkat akan tersumbat total sehingga tidak bisa menelan sama sekali.
2. Lambung : Seperti di Esophagus kanker di lambung juga akan menyebabkan tersumbatnya saluran cerna, tetapi tergantung lokasi, kanker pada lokasi tertentu tidak akan menyebabkan tersumbatnya saluran cerna sampai pada stadium lanjut.
3. Usus Besar : Kanker usus besar awalnya menimbulkan gejala gangguan pola defikasi artinya secara berangsur angsur penderita merasa tidak nyaman diperut kemudian mulas yang sukar diterangkan sebabnya dilanjutkan dengan diare / mencret berak darah lender ini terutama untuk kanker rectum dan obstruksi saluran cerna karena tersumbatnya usus besar akhirnya perut kembung karena kotoran menumpuk dalam usus karena tidak bisa keluar.
Untuk kanker rektum, jenis operasinya tergantung pada seberapa jauh jarak kanker ini dari anus dan seberapa dalam dia tumbuh ke dalam dinding rektum. Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani kolostomi menetap (pembuatan hubungan antara dinding perut dengan kolon). Dengan kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding perut ke dalam suatu kantung, yang disebut kantung kolostomi.
4. Usus Halus : Kebanyakan tumor usus halus adalah jinak. Kebanyakan tumor jinak tidak menyebabkan gejala. Tetapi tumor yang berukuran besar bisa menyebabkan terdapatnya darah dalam tinja, penyumbatan usus (sebagian atau total), atau penjeratan usus bila satu bagian usus masuk ke usus yang berada di depannya (intususepsi).
5. Pangkreas : Kanker pangkreas karena letaknya sangat sulit terdiagnosis, biasanya diketahui setelah ada komplikasi ikterus atau penyumbatan pada usus 12 jari.
6. Hati : Kanker primer yang terletak ditepi pada keadaan dini bila cepat diketahui dan segera diambil tindakan operasi akan menyembuhkan penyakitnya. Pada hati sering dijumpai kanker sekunder yang berasal dari penyebaran kanker alat tubuh lain seperti usus, paru, payudara, genitalia, interna.
b) Kolostomi
Dari kata kolon yang artinya usus besar dan stoma yang artinya mulut diartikan disini sebagai mulut yang dibuat dari usus besar dan lebih dikenal sebagai anus buatan.
Kapan kolostomi dikerjakan ?
Kolostomi dikerjakan / dibuat pada keadaan :
1) Kanker usus besar terletak pada kolon rectum distal (kurang 5 cm dari batas anus)
2) Kanker genitalia yang sudah mengenai otot anus
3) Kanker usus besar yang terlambat dioperasi walaupun terletak dari 5 cm diatas anus

Perawatan Colostomy
1. Penjelasan yang baik pada penderita maupun keluarga baik sebelum dan sesudah operasi.
2. Kosongkan pouch (kantong) beberapa kali sehari dan ganti setiap 1-3 hari atau bila terjadi perembesan, cara :
a. Persiapkan pouch pengganti
b. Lepas / angkat pouch yang diganti
c. Perhatikan keadaan kulit sekitar stoma (adakah luka, iritasi, atau radang), bersihkan kulit dengan air hangat tanpa sabun atau alcohol atau desinfektans
d. Pasang pouch yang baru.

B. Urinary Stoma :
Pada umumnya merupakan prosedur yang permanent baik menggunakan saluran intestinal (dapat menggunakan ileum atau colon) maupun ureterostomy dan keduanya disebut urostomy. Istilah ileostomy hanya digunakan untuk faecal stoma. Ureterostomy dapat dibuat dari salah satu atau ke 2 ureter.
Terdapat beberapa jenis urostomy:
a. Urostomy dengan total cyctectomy, merupakan urostomy permanent, biasanya menggunakan saluran ileum
b. Urostomy tanpa pengangkatan bladder, sering menggunakan saluran ileum.
c. Percutaneus nephrostomy adalah pemasangan catheter pada sistem pelviocaliceal melalui dinding abdomen.
1) Kelainan pada organ perkemihan yang menimbulkan indikasi tindakan urinary Stoma sebagian besar diakibatkan oleh keganasan sel pada organ tersebut, adapun kelainan tersebut antara lain :
a) Blader : Pada Blader Neoplasma sering terjadi hematuri disertai nyeri merupakan tanda pertama kanker blader, biasanya intermittent yang mana sering menyebabkan hambatan dalam mencari pelayanan diagnostik. Akibat perkembangan penyakit klien mengalami iritable blader dengan disuria. Akhirnya gross hematuria, obstruksi atau vistula mendorong klien mencari pengobatan.
b) Saluran Kemih : Seorang yang menderita penyakit batu saluran kemih jika terdapat faktor predisposisi, kurang minum sehingga konsentrasi zat pembentuk dalam air seni menjadi lebih pekat mengakibatkan mudah terbentuk batu. Faktior predisposisi lainnya : faktor batu saluran kemih/infeksi saluran kemih sebelumnya, riwayat keluarga yang menderita batu saluran kemih, penyakit gout (peningkatan kadar asam urat darah yang tinggi), mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung kalsium atau oxalat (coklat, cola, kacang, teh) dan sumbatan saluran kemih.
c) Ginjal : Pada stadium dini, kanker ginjal jarang menimbulkan gejala. Pada stadium lanjut, gejala yang paling banyak ditemukan adalah hematuria (adanya darah di dalam air kemih). Hematuria bisa diketahui dari air kemih yang tampak kemerahan atau diketahui melalui analisa air kemih. Tekanan darah tinggi terjadi akibat tidak adekuatnya aliran darah ke beberapa bagian atau seluruh ginjal, sehingga memicu dilepaskannya zat kimia pembawa pesan untuk meningkatkan tekanan darah.
Polisitemia sekunder terjadi akibat tingginya kadar hormon eritropoietin, yang merangsang sumsum tulang untuk meningkatkan pembentukan sel darah merah. Gejala lainnya yang mungkin terjadi berupa nyeri pada sisi ginjal yang terkena, penurunan berat badan.
d) Kandung kemih : Gejala pada pasien yang menderita Ca Kandung Kemih dapat berupa hematuria (adanya darah dalam air kemih), rasa terbakar atau rasa nyeri ketika berkemih, desakan untuk berkemih, sering berkemih. Gejala dari kanker kandung kemih menyerupai gejala infeksi kandung kemih (sistitis) dan kedua penyakit ini bisa terjadi secara bersamaan. Patut dicurigai suatu kanker jika dengan pengobatan standar untuk infeksi,k gejalanya tidak menghilang.
e) Pelvis Renalis dan Ureter : Kanker pada pelvis renalis dan ureter dapat terjadi pada sel-sel yang melapisi pelvis renalis dan ureter. Kanker pada sel-sel yang melapisi pelvis renalis disebut karsinoma sel transisional. Pelvis renalis adalah bagian ginjal yang berfungsi sebagai corong yang mengalirkan air kemih ke ureter. Ureter adalah tabung / saluran yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Gejala awal biasanya berupa hematuria (darah di dalam air kemih). Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terjadi nyeri kram di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul, atau di perut bagian bawah.
f) Uretra : Kanker Uretra adalah suatu keganasan yang jarang terjadi, yang ditemukan di dalam uretra. Uretra merupakan saluran tempat keluarnya air kemih dari kandung kemih. Pada wanita, panjang uretra adalah sekitar 3,75 cm dan ujungnya adalah berupa lubang yang terletak diatas vagina. Pada pria, panjang uretra adalah sekitar 20 cm, menembus kelenjar prostat dan berakhir sebagai sebuah lubang di ujung penis.
Gejala pertama biasanya adanya darah di dalam air kemih (hematuria), yang mungkin hanya dapat diketahui dengan pemeriksaan mikroskopik atau bisa juga tampak sebagai air kemih yang berwarna kemerahan. Aliran air kemih bisa tersumbat, sehingga penderita mengalami kesulitan dalam berkemih atau aliran air kemih menjadi lambat dan sedikit.

C. Tracheostomy
Adalah lubang buatan pada dinding anterior trachea untuk membuat saluran udara.
Terdapat 2 macam tracheostomy :
a. Tracheal stoma post laryngectomy : merupakan tracheostomy permanen. Tracheal cartilage diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada leher. Rigiditas cartilage mempertahankan stoma tetap terbuka sehingga tidak diperlukan tracheostomy tube (canule).
b. Tracheal stoma without laryngectomy : merupakan tracheostomy temporer. Trachea dan jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat obstruksi. Digunakan tracheostomy tube (canule) terbuat dari metal atau Non metal (terutama pada penderita yang sedang mendapat radiasi dan selama pelaksanaan MRI Scanning.
Perawatan Trachestomy :
a. Tracheostomy tube terdiri dari iner tube (canule) dan outer tube
b. Iner tube harus diganti tiap 7-14 hari (maksimal 30 hari)
c. Iner tube harus dikeluarkan minimal sekali sehari untuk melihat adanya kerak dan bersihkan dengan sabun cair dan air hangat yang mengalir (jangan menggunakan sikat, cleaner atau spong). Bila sekret kental dan timbul kerak bersihkan dengan Natrium bicarbonat kemudian bilas dengan air hangat yang mengalir.
d. Outer tube harus diganti tiap 30 hari.
e. Suctioning: gunakan suction catheter dengan ukuran lebih kecil dari separuh ukuran lubang tube.
f. Bersihkan daerah sekitar tracheostomy dengan normal saline dan usahakan tetap kering untuk mencegah infeksi.
g. Humidifikasi dengan saline Nebulizer (melalui tracheal stoma).

Yang harus diperatikan pada pasien dengan menggunakan Stoma
A. Tracheostomy
1) Pada saat bicara tutuplah dengan kasa atau kertas
2) Siapkan selalu pelebar trachea, termometer
3) Hisaplah bila sudah mulai banyak sekret
4) Jangan sampai kemasukan air saat mandi
5) Bila memungkinkan menggunakan pakaian yang bisa melindungi lubang tetapi udara bebas keluar masuk
B. Urostomy dan Colostomy
1) Bersihkan kulit sekitar stoma dengan air hangat setiap hari
2) Setelah itu keringkan bagian yang basah
3) Lubang yang kotor bisa disemprot pelan-pelan
4) Berikan pasta sekitar lubang sebelum memasang bag
5) Bila kantung terisi 1/3 mulai kosongkan
6) Untuk colostomy kantung diganti 1-2 kali sehari
7) Untuk urostomy kantung diganti 3-5 hari sekali
Yang harus dihindari pada pasien yang menggunakan Stoma :
A. Tracheostomy
1) Berenang, sebab bahaya kemasukan air
2) Pergi tanpa pelebar trachea serta termometer
3) Memakai pakaian yang dapat menutup stoma
B. Urostomy dan Colostomy
1) Menyemprot langsung dengan shower ke stoma;
2) Menunggu kantung sampai penuh
3) Menunggu kantung sampai lepas dari kulit
4) Menunggu kantung sampai sobek
5) Membuka stoma


Referensi:

Georgina Casey, stoma wound. Nursing Standard, 2000. Proquest Nursing & Allied Health Search

Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; 2003. Proquest Nursing & Allied Health Search

Maureen Benbow, Healing and stoma wound Classification. Journal of Community Nursing; 2007, Proquest Nursing & Allied Health Search

KEPERAWATAN RHEUMATOID ARTRITIS

A.KONSEP DASAR MEDIK

1. Definisi

Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.(Hidayat, 2006)

Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.(www.medicastore.com)

2. Anatomi dan Fisiologi

Muskuloskeletal terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligament, tendon, fasia, bursae dan persendian.

a. Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada bagian intra-seluler. Tulang berasal dari embryonic hyaline cartilage yang mana melalui proses “osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat menimbunya garam kalsium.
Fungsi tulang adalah sebagai berikut:
• Mendukung jaringan tubuh dan menbuntuk tubuh.
• Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru) dan jaringan lunak.
• Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan )
• Membuat sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang (hema topoiesis).
• Menyimpan garam-garam mineral. Misalnya kalsium, fosfor.
Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya:
• Tulang panjang (femur, humerus ) terdiri dari satu batang dan dua epifisis. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat.epifisis dibentuk oleh spongi bone (Cacellous atau trabecular )
• Tulang pendek (carpalas) bentuknya tidak teratur dan cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
• Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri dari dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang cancellous.
• Tulang yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang pendek.
• Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persendian dan didukung oleh tendon danjaringan fasial,missal patella (kap lutut)

b. Otot
Otot dibagi dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama untuk kontraksi dan untuk menghasilkan pergerakan dari bagian tubuh atau seluruh tubuh. Kelompok otot terdiri dari:
• Otot rangka (otot lurik) didapatkan pada system skeletal dan berfungsi untuk memberikan pengontrolan pergerakan, mempertahankan sikap dan menghasilkan panas
• Otot Viseral (otot polos) didapatkan pada saluran pencernaan, saluran perkemihan dan pembuluh darah. Dipengaruhi oleh sisten saraf otonom dan kontraksinya tidak dibawah control keinginan.
• Otot jantung didapatkan hanya pada jantung dan kontraksinya tidak dibawah control keinginan.

c. Kartilago
Kartilago terdiri dari serat-serat yang dilakukan pada gelatin yang kuat. Kartilago sangat kuat tapi fleksibel dan tidak bervascular. Nutrisi mencapai kesel-sel kartilago dengan proses difusi melalui gelatin dari kapiler-kapiler yang berada di perichondrium (fibros yang menutupi kartilago) atau sejumlah serat-serat kolagen didapatkan pada kartilago.

d. Ligament
Ligament adalah sekumpulan dari jaringan fibros yang tebal dimana merupakan ahir dari suatu otot dan dan berfungsi mengikat suatu tulang.

e. Tendon
Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibrous yang membungkus setiap otot dan berkaitan dengan periosteum jaringan penyambung yang mengelilingi tendon tertentu, khususnya pada pergelangan tangan dan tumit. Pembungkus ini dibatasi oleh membrane synofial yang memberikan lumbrikasi untuk memudahkan pergerakan tendon.

f. Fasia
Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yang didapatkan langsung dibawah kulit sebagai fasia supervisial atau sebagai pembungkus tebal, jaringan penyambung yang membungkus fibrous yang membungkus otot, saraf dan pembuluh darah.bagian ahair diketahui sebagai fasia dalam.

g. Bursae
Bursae adalah suatu kantong kecil dari jaringan penyambung dari suatu tempat, dimana digunakan diatas bagian yang bergerak, misalnya terjadi pada kulit dan tulang, antara tendon dan tulang antara otot. Bursae bertindak sebagai penampang antara bagian yang bergerak sepaerti pada olecranon bursae, terletak antara presesus dan kulit.

h. Persendian
Pergerakan tidak akan mungkin terjadi bila kelenturan dalam rangka tulang tidak ada. Kelenturan dimungkinkan karena adanya persendian, tatu letah dimana tulang berada bersama-sama. Bentuk dari persendian akan ditetapkan berdasarkan jumlah dan tipe pergerakan yang memungkinkan dan klasifikasi didasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan.
Berdasarkan klasifikasinya terdapat 3 kelas utama persendian yaitu:
• Sendi synarthroses (sendi yang tidak bergerak)
• Sendi amphiartroses (sendi yang sedikit pergerakannya)
• Sendi diarthoses (sendi yang banyak pergerakannya)
Perubahan fisiologis pada proses menjadi tua
Ada jangka periode waktu tertentu dimana individu paling mudah mengalami perubahan musculoskeletal. Perubahan ini terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja karena pertumbuhan atau perkembangan yang cepat atau timbulnya terjadi pada usia tua. Perubahan struktur system muskuloskeletal dan fungsinya sangat bervariasi diantara individu selama proses menjadi tua.
Perubahan yang terjadi pada proses menjadi tua merupakan suatu kelanjutan dari kemunduran yang dimulai dari usia pertengahan. Jumlah total dari sel-sel bertumbuh berkurang akibat perubahan jaringan prnyambung, penurunan pada jumlah dan elasitas dari jaringan subkutan dan hilangnya serat otot, tonus dan kekuatan.
Perubahan fisiologis yang umum adalah:
• Adanya penurunan yang umum pada tinggi badan sekitar 6-10 cm. pada maturasi usia tua.
• Lebar bahu menurun.
• Fleksi terjadi pada lutut dan pangkal paha

3. Etiologi
Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi beberapa hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :
a. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan faktor Rematoid
b. Gangguan Metabolisme
c. Genetik
d. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial)

4. Patofisiologi
Cidera mikro vascular dan jumlah sel yang membatasi dinding sinovium merupakan lesi paling dini pada sinovisis remotoid. Sifat trauma yang menimbulkan respon ini masih belum diketahui. Kemudian, tampak peningkatan jumlah sel yang membatasi dinding sinovium bersama sel mononukleus privaskular. Seiring dengan perkembangan proses sinovium edematosa dan menonjol kedalam rongga sendi sebagai tonjolan-tonjolon vilosa.
Pada penyakit Rematoid Artritis terdapat 3 stadium yaitu :
a. Stadium Sinovisis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak dan kekakuan.
b. Stadium Destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c. Stadium Deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

5. Tanda dan Gejala
Pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :
a. Nyeri persendian
b. Bengkak (Rheumatoid nodule)
c. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
d. Terbatasnya pergerakan
e. Sendi-sendi terasa panas
f. Demam (pireksia)
g. Anemia
h. Berat badan menurun
i. Kekuatan berkurang
j. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
k. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
l. Pasien tampak anemik

Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :
a. Gerakan menjadi terbatas
b. Adanya nyeri tekan
c. Deformitas bertambah pembengkakan
d. Kelemahan
e. Depresi

Gejala Extraartikular :
a. pada jantung :
 Rheumatoid heard diseasure
 Valvula lesion (gangguan katub)
 Pericarditis
 Myocarditis
b. pada mata :
 Keratokonjungtivitis
 Scleritis
c. pada lympa : Lhymphadenopathy
d. pada thyroid : Lyphocytic thyroiditis
e. pada otot : Mycsitis

6. Pemeriksaan Diagnostik
• Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
• Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
• Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
• LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
• Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
• SDP: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
• Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.
• Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
• Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
• Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
• Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
• Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.

Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.

Kriteria Artritis rematoid menurut American Reumatism Association ( ARA ) adalah:

1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ).
2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi.
3. Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
5. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
8. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
9. Pengendapan cairan musin yang jelek
10. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
11. gambaran histologik yang khas pada nodul.

Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu
Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu.

7. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medik pada pasien RA diantaranya :
a) Pendidikan : meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab, dan prognosis penyakit ini
b) Istirahat : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat
c) Latihan : pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi berkurang, ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi pasien
d) Termoterapi
e) Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat
f) Pemberian Obat-obatan :
• Anti Inflamasi non steroid (NSAID) contoh:aspirin yang diberikan pada dosis yang telah ditentukan.
• Obat-obat untuk Reumatoid Artitis :
• Acetyl salicylic acid, Cholyn salicylate (Analgetik, Antipyretik, Anty Inflamatory)
• Indomethacin/Indocin(Analgetik, Anti Inflamatori)
• Ibufropen/motrin (Analgetik, Anti Inflamatori)
• Tolmetin sodium/Tolectin(Analgetik Anti Inflamatori)
• Naproxsen/naprosin (Analgetik, Anti Inflamatori)
• Sulindac/Clinoril (Analgetik, Anti Inflamatori)
• Piroxicam/Feldene (Analgetik, Anti Inflamatori)

8. Komplikasi
a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses granulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule
b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot
c. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli
d. Terjadi splenomegali

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.

Pengkajian 11 Pola Gordon:
1. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
• Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
• Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
• Riwayat keluarga dengan RA
• Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
• Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
2. Pola Nutrisi Metabolik
• Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang banyak mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
• Riwayat gangguan metabolic
3. Pola Eliminasi
• Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
4. Pola Aktivitas dan Latihan
• Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
• Jenis aktivitas yang dilakukan
• Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
• Tidak mampu melakukan aktifitas berat
5. Pola Istirahat dan Tidur
• Apakah ada gangguan tidur?
• Kebiasaan tidur sehari
• Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
• Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
6.Pola Persepsi Kognitif
• Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
• Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
• Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
• Bagaimana hubungan dengan keluarga?
• Apakah ada perubahan peran pada klien?
9. Pola Reproduksi Seksualitas
• Adakah gangguan seksualitas?
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
• Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
11. Pola Sistem Kepercayaan
• Agama yang dianut?
• Adakah gangguan beribadah?
• Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Dapat dibuktikan oleh : Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan, berfokus pada diri sendiri, Perilaku distraksi/ respons autonomic
Perilaku yang bersifat hati-hati/ melindungi.
Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan:
• Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
• Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
• Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
• Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.

Intervensi dan Rasional :
a. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal (R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program)
b. Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan (R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri)
c. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi)
d. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi)
e. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan)
f. Berikan masase yang lembut (R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri)
g. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas. (R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping)Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. (R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat)
h. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi)
h. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.)
i. Berikan kompres dingin jika dibutuhkan (R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut)

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot.
Dapat dibuktikan oleh : Keengganan untuk mencoba bergerak/ ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ).
Hasil yang diharapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
• Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau kompensasi bagian tubuh.
• Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.

Intervensi dan Rasional:
a. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi)
b. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan)
c. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan (R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi)
d. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze (R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit)
e. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace (R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor)
f. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher)
g. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan (R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas)
h. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda. (R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh)
i. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat)
j. Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas)
k. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut).

3. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.

Dapat dibuktikan oleh : Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan.
Perubahan pada gaya hidup/ kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan pada orang terdekat.
Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi.
Perasaan tidak berdaya, putus asa.

Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
• Menyusun rencana realistis untuk masa depan.

Intervensi dan Rasional:
a. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung)
b. Diskusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual. (R/Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut)
c. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)
d. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan. (R/ Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi)
e. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)
f. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping. (R/ Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri)
g. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas. (Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi)
h. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri)
i. Berikan bantuan positif bila perlu. (R/ Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri)
j. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog. (R/ Pasien/orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan)
k. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif)

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.

Dapat dibuktikan oleh : Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.

Hasil yang diharapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
• Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
• Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.

Intervensi dan Rasional:
a. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini).
b. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional)
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri)
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)
e. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya. (R/ Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual)
f. Kolaborasi : atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi. (R/ Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah)

5. Kebutuhan pembelajaran mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

Dapat dibuktikan oleh : Pertanyaan/ permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep.
Tidak tepat mengikuti instruksi/ terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.

Hasil yangdihapkan/ kriteria Evaluasi-Pasien akan :
• Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
• Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.

Intervensi dan Rasional:
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan. (R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi)
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.(R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas)
c. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres. (R/ Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks)
d. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik. (R/ Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis)
e. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur. (R/ Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan m,engurangi kekakuan di pagi hari)
f. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik. (R/ Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi)
g. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter. (R/ Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya)
h. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi. (R/ Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan)
i. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan. (R/ Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki)
j. Berikan informasi mengenai alat bantu (R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan)
k. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk daripada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi (R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian)
l. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada sat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang , tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan. ( R: mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri ).
m. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat. ( R: mengurangi resiko iritasi/ kerusakan kulit )
n. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan/ pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT. ( R; Terapi obat obatan membutuhkan pengkajian/ perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya.
o. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan ( R: Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri/ percaya diri.).
p. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis ( bila ada). (R: bantuan/ dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal).

Referensi :
Hollmann DB. Arthritis & musculoskeletal disorders. In: Tierney LM, McPhee, Papadakis MA (Eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 34 th ed., Appleton & Lange, International Edition, Connecticut 2005, 729-32.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. 2002.

www.perawatblogger.com./asuhan_keperawatan_rheumatoid_artritis.html
www.askepnurse.blogspot.com/askep_rheumatoid_artritis.html