TEKNOLOGI KLONING, ANTARA KONTROFERSI DAN MANFAATNYA BAGI DUNIA KESEHATAN

Beberapa tahun terakhir perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang sungguh amat mencengangkan. Sama halnya dengan kemajuan bioteknologi. Berbagai macam penelitian dan penemuan baru terjadi memunculkan sebuah kemajuan yang luar biasa. Salah satu contoh kemajuan dalam bidang bioteknologi tersebut adalah penelitian dan penemuan baru tentang kloning dan stem sel (Sel Punca). Secara biologis, penelitian dan penemuan ini merupakan sebuah kemajuan yang cukup signifikan. Penelitian dan penemuan baru lebih lanjut tentang kloning dan stem sel mulai diadakan demi menunjang kemajuan dalam bidang biologi maupun medis (Anonim, 2009b).

Kloning merupakan teknik penggandaan gen yang menghasilkan keturunan yang sama sifat, baik dari segi hereditas maupun penampakannya (Anonim, 2009a). Kloning juga merupakan suatu cara menciptakan makhluk hidup baru tanpa menggunakan sperma jantan dan telur betina, seperti yang biasanya terjadi secara alamiah (Yohanky, 2008). Dolly merupakan biri – biri pertama hasil dari perekayasaan genetika yang dilakukan oleh Ian Wilmut di Roslin Institute di Skotlandia. Teknik pengkloningan sendiri dilakukan dengan cara menjiplak blueprint sel donornya, dan makhluk baru itu akan menjadi sama persis atau identik dengan karakteristik donornya (Yohanky, 2008).
Keberhasilan kloning dalam arti duplikasi hewan, juga sebenarnya telah diterapkan pada tumbuhan, bahkan mungkin keberhasilannya mendahului keberhasilan kloning pada hewan, hanya saja pamornya tidak sehebat pada hewan. Seperti buah semangka tanpa biji, maupun tumbuhan yang berkembangbiak dengan stek merupakan hasil klonasi dalam arti yang sesungguhnya (Maharani, 2004).

Lalu bagaimana dengan kloning manusia..??. Isu ini merupakan isu yang sampai sekarang merupakan isu yang banyak mengundang banyak pro dan kontra yang kuat. Selain itu, bagaimana pandangan berbagai kalangan tentang pemamfaatan teknologi kloning dalam terapi gen yang merupakan sebuah pengobatan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit genetik serta penyakit atau kelainan yang membutuhkan transplantasi organ, dimana dalam kasus ini sebenarnya merupakan sebuah aplikasi teknik kloning dalam menghasilkan sebuah organ baru yang identik dengan organ pasien yang diganti. Masalah ini merupakan kajian yang cukup menarik untuk ditelaah secara mendalam dengan menggunakan akal pikiran yang sehat, agar teknologi kloning ini seharusnya dapat digunakan dalam memecahkan masalah yang muncul dalam kehidupan manusia tampa menimbulkan masalah-masalah lain yang berhubungan dengan etika dan moral pada kemudian hari, baik yang berhubungan dengan keyakinan dan hukum agama tertentu, atau dengan etika dan norma-norma yang berlaku.


PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KLONING

Kloning menurut bahasa adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu clone atau klon yang berarti kumpulan sel turunan dari sel induk tunggal dengan reproduksi aseksual. Sedangkan menurut istilah, kloning adalah teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang sama dengan sel induknya tanpa diawali proses pembuahan sel telur atau sperma, tapi diambil dari inti sebuah sel pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia (Zaifbio, 2009). Kloning juga merupakan teknik penggandaan gen yang menghasilkan keturunan yang sama sifat, baiknya dari segi hereditas maupun penampakannya (Anonim, 2009a).
Sejak lahirnya Dolly tanggal 5 Juli 1996 di Roslin Institute, Edinburgh, Skotlandia, kata "kloning" tiba – tiba melanda dunia. Kata ini sebenarnya sudah lama dipakai dalam bidang biologi, namun tidak pernah dipublikasikan sedemikian maraknya sampai foto anak domba kecil dari jenis Finn Dorset ini menghiasi setiap halaman muka surat kabar terkemuka di dunia. Dolly adalah anak domba yang lahir tanpa kurang suatu apapun, walaupun ia bermula dari sebuah sel telur kosong yang diisi dengan nukleus sel kelenjar susu ibunya (Gambar 1). Sense of humour para ilmuwan di laboratorium Dr.Wilmut menggelitik mereka untuk menamakan domba kecil ini seperti artis Amerika berdada besar (Dolly Parton) (Iskandar, 2003).
Keberhasilan kloning dalam arti duplikasi hewan, juga sebenarnya telah diterapkan pada tumbuhan, bahkan mungkin keberhasilannya mendahului keberhasilan menduplikasi hewan, hanya saja pamornya tidak sehebat pada hewan. Seperti buah semangka tanpa biji, maupun tumbuhan yang berkembangbiak dengan stek merupakan hasil klonasi dalam arti yang sesungguhnya (Maharani, 2004).



Gambar1. Ilustrasi teknik kloning pada domba ”Dolli” (Yohanky, 2008).

Kloning pada hewan sebenarnya telah berlangsung lama sebelum kelahiran ”Dolli”. Beberapa hewan yang telah berhasil dikloning semenjak tahun 1952 adalah kecebong (1952), ikan (1963), domba (1996), monyet, anak sapi, kucing, kuda, anjing, serigala (2007) dan kodok. Tim yang dipimpin Lee Byung-Chun dan Shin Nam-Shik, para profesor ilmu kedokteran hewan dari Seoul National University (SNU) berhasil mengkloning dua ekor serigala betina yang lahir pada 18 dan 26 Oktober 2005. Masing-masing diberi nama Snuwolf dan Snuwolfy yang merupakan kependekan dari Seoul National University wolf. Pada bulan November 2007, dunia dikejutkan oleh para ilmuwan Oregon yang menyatakan berhasil mengkloning embrio kera dan mengekstraknya dalam sel induk, yang sangat potensial untuk penelitian kloning manusia. Kesuksesan ini dilaporkan oleh ilmuwan Australia Soukhrat Mitalipov dari Pusat Penelitian Primata Nasional Oregon di Portland. Seperti dikutip dari USA Today, para ilmuwan Oregon telah mencoba selama beberapa tahun untuk mengkloning embrio kera dan mengekstraksinya menjadi sel induk karena kera dianggap paling mirip dengan manusia (Anonim, 2009a) (yance_anas)